Makan di Jakarta bagi orang perantauan baru yang belum biasa apalagi belum berpenghasilan yang hanya mengandalkan uang saku bikin bingung. tau kan makan aja susah di Jakarta. Yang penting Makan buat hidup bukan hidup buat makan.
Oiya jadi inget khutbah Jum'at tadi. Ada pencerahan tentang makna hidup yang sebenarnya dengan perbandingan yang adil antara orang beriman dengan orang yang tidak. Jadi memang manusia diciptakan untuk beribadah kepada pencipta-Nya. barang siapa yang taat maka akan disayang Tuhan-Nya. itu sudah dijanjikan seperti itu. Namun parameter "disayangi oleh-Nya" itu tidak dapat diukur dengan semata-mata dari pemberian-Nya di dunia. Banyak kan yang kaya tapi dia ateis, tetapi ada juga yang miskin semiskin-miskinnya tetapi dia sungguh sangat sangat taat. Itu membuktikan bahwa kondisi tersebut memang bukan parameter yang menunjukkan kasih sayang-Nya kepada kita. Banyak yang beranggapan bahwa Tuhan itu tidak adil melihat kondisi ini. Namun manusia harus percaya bahwa tidak ada yang tahu pasti apa rencana Tuhan untuk kita di dunia. tugas kita hanya satu yaitu beribadah kepada Tuhan demi tujuan masa setelah kematian.
Menanggapi hal itu, sang Khotib dengan gaya bicara yang halus, enak didengar, merdu, tapi tidak membuat mengantuk memberi alasan yang sungguh realistis tentang mengapa sih orang kafir itu diberi nikmat dunia. Jawabannya ialah nikmat dunia itu adalah alat yang dapat meningkatkan kadar siksaan dia di akhirat. Jadi, dibiarkan senang-senang dulu baru kemudian dihukum. Karena sebenarnya apapun didunia ini, di mata Tuhan ibarat sesuatu yang lebih buruk daripada bangkai domba yang cacat. Sungguh siapa yang mau menerima bangkai domba, cacat lagi bahkan kalau disuruh membeli. Tidak ada yang mau.
Satu hal lagi, kehidupan di dunia ini kalau dibandingkan dengan kehidupan abadi sungguh tidak ada apa-apanya. Kalau difilosofikan kehidupan abadi (akhirat sana) itu banyaknya air yang ada di samudera. Kemudian salah satu jari kita dicelupkan kedalam samudera tersebut. jari itu kita angkat maka air yang menempel di jari itu ibarat kehidupan di dunia.
Dulu saya berpikir bahwa Tuhan menciptakan manusia dengan ketentuan yang sudah berlaku sehingga seolah-olah manusia itu dipaksa untuk mau tidak mau harus menaatai peraturan yang berlaku tersebut. Sudah ada hukuman yang disediakan. Bagaimana mungkin untuk mengelak tanpa mendapat balasannya. Namun usaha manusia dalam menaati peraturan tersebut tidak sia-sia. Tuhan juga telah menyediakan hadiah yang tiada duanya bagi mereka yang beruntung. Kenapa beruntung, karena setan tidak berhasil mengganggu dan merayunya menuju jalan yang sesat.
Memang semua tergantung pada diri masing-masing, jalan mana yang ia tempuh maka menentukan tujuan yang ia dapat. Namun jalan ini hanya ada dua jenis, jalan lurus atau jalan buntu/sesat. Jalan lurus penuh pengorbanan, jalan sesat penuh dengan rayuan dan kenikmatan. kedua jalan ini hanya sementara yang berakhir di suatu titik. Titik inilah yang menjadi keabadian. Kita berhak memilih ingin abadi yang seperti apa tergantung jalan yang kita tempuh. Kedua jalan ini saling terhubung sehingga kadang kala kita menempuh jalan sesat kadang kala di jalan yang lurus. selama belum sampai di titik akhir, kita masih mempunyai kesempatan untuk banting stir menuju jalan yang lurus kembali. Hingga suatu titik akhir yang kita sendiri belum tahu itu dimana dan kapan kita sampai.
Doa penutup sang Khotib menitipkan semangat dalam diri saya untuk berusaha selalu konsisten berusaha untuk maju dan berhenti mengeluh karena Tuhan Maha Mendengar semua doa yang kita panjatkan selama kita selalu taat pada-Nya. Kita tidak pernah tahu rencana apa yang Tuhan punya tetapi kita harus selalu berharap semua yang terbaik itu diberikan kepada kita.
Semoga bermanfaat
No comments:
Post a Comment